ANAK
BERKELAINAN FISIK, MENTAL EMOSIONAL, DAN AKADEMIK
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Pembelajaran untuk anak berkebutuhan
khusus (student with special needs) membutuhkan suatu pola tersendiri sesuai
dengan kebutuhannya masing-masing, yang berbeda antara satu dan lainnya. Dalam
penyusunan program pembelajaran untuk setiap bidang studi, hendaknya guru kelas
sudah memiliki pribadi setiap peserta didiknya. Data pribadi yakni berkaitan
dengan teristik spesifik, kemampuan dan kelemahannya, kompetensi yang dimiliki,
dan tingkat perkembangannya.
Karakteristik spesifik student with
special needs pada umumnya berkaitan dengan tingkat perkembangan fungsional.
Karakteristik spesifik tersebut meliputi tingkat perkembangan sensorimotor,
kognitif, kemampuan berbahasa, keterampilan diri, konsep diri, kemampuan
berinteraksi sosial, serta kreativitasnya
. Untuk mengetahui secara jelas
tentang karakteristik dari setiap siswa, guru terlebih dahulu melakukan
skrining atau asesmen agar mengetahui secara jelas mengenai kompetensi diri
peserta didik bersangkutan.Tujuannya agar saat memprogramkan pembelajaran,
sudah dipikirkan mengenai : intervensi pembelajaran yang dianggap cocok.
Asesmen di sini adalah kegiatan untuk mengetahui kemampuan dan kelemahan setiap
didik dalam segi perkembangan kognitif dan perkembangan sosial, pengamatan yang
sensitif. Kegiatan ini biasanya memerlukan penginstrumen khusus secara baku
atau dibuat sendiri oleh guru kelas. Guru yang mumpuni adalah guru yang mampu
mengorganisir kegiatan mengajar di kelas melalui program pembelajaran
individual dengan latihan kemampuan dan kelemahan setiap individu siswa. Pola
kegiatan pembelajaran ini kita kenal dengan nama lain sebagai individualized
educa-jarogram (IEP). Selama proses kegiatan pembelajaran, guru kelas ditantang
untuk dapat memberikan intervensi khusus guna mengatasi bentuk
kelainan-kelainan perilaku yang muncul,agar pembelajaran dapat berjalan dengan
lancar.
Adanya perbedaan karakteristik
setiap peserta didik berkebutuhan khusus, akan memerlukan kemampuan khusus
guru. Guru dituntu memiliki kemampuan berkaitan dengan cara mengombinasikan
kemampuan dan bakat setiap anak dalam beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut
meliputi kemarnpuan berpikir, melihat, mendengar, berbicara, dan cara
bersosialisasi. Hal-hal tersebut diarahkan pada keberhasilan dari tujuan akhir
pembelajaran, yaitu perubahan perilaku ke arah pendewasaan. Kemampuan guru
semacam itu merupakan kemahiran seorang guru dalam menyelaraskan keberadaanya
dengan kurikulum yang ada, kemudian diramu menjadi sebuah program pembelajaran
individual.
Model pembelajaran terhadap peserta
didik berkebutuhan khusus, yang dipersiapkan oleh para guru di sekolah,
ditujukan agar peserta didik mampu untuk berinteraksi terhadap lingkungan
sosial. Pembelajaran tersebut disusun secara khusus melalui penggalian
kemampuan diri peserta didik yang paling dominan dan didasarkan pada Kurikulum
Berbasis Kompetensi.
Model
bimbingan terhadap peserta didik berkebutuhan khusus seyoganya difokuskan
dahulu terhadap perilaku nonadaptif atau perilaku menyimpang sebelum mereka
melakukan kegiatan program pembelajaran individual. Bimbingan semacam ini dapat
diterapkan melalui upaya-upaya pengondisian lingkungan yang dapat mencapai
perkembangan optimal dalam upaya mengembangkan perilaku-perilaku efektif sesuai
dengan tugas-tugas perkembangannya.
1.2. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut
1. Bagaimanakah klasifikasi anak berkelainan fisik ?
2. Bagaimanaka klasifikasi anak berkelainan mental
emosional ?
3. Bagaimanaka klasifikasi anak berkelainan akademik ?
1.3.Tujuan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut
1.
Untuk mengetahui
karakteristik anak berkelainan fisik
2.
Untuk mengetahui karakteristik anak berkelainan mental
emosional
3.
Untuk mengetahui
karakteristik anak berkelainan akademik?
BAB II
PEMBAHASAN
Kali ini saya akan membahas sedikit tentang Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK). Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan istilah
yang digunakan untuk menyebutkan anak-anak luar biasa atau mengalami kelainan
dalam konteks pendidikan. Anak Berkebutuhan Khusus tersebut memiliki keunikan
tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya yang membedakan mereka dari
anak-anak normal pada umumnya serta mengalami kesulitan dalam berinteraksi
dengan lingkungan sehingga untuk mengembangkan potensinya dibutuhkan pendidikan
dan pengajaran khusus.
2.1.
Anak Berkelainan Fisik
A. Anak
tunanetra adalah anak-anak yang mengalami kelainan atau gangguan fungsi
penglihatan, yang memiliki tingkatan atau klasifikasi yang berbeda-beda. secara
pedagogis membutuhkan layanan pendidikan khusus dalam belajarnya di sekolah.
Berdasarkan tingkatannya, dapat diklasifikasi sebagai berikut:
1.
Berdasarkan
Tingkat Ketajaman Penglihatan
Seseorang yang dikatakan penglihatannya normal, apabila
hasil tes Snellen menunjukkan ketajaman penglihatannya 20/20 atau 6/6 meter.
Sedangkan untuk seseorang yang mengalami kelainan penglihatan kategori Low
vision (kurang lihat), yaitu penyandang tunanetra yang memiliki ketajaman
penglihatan 6/20m-6/60m. Kondisi yang demikian sesungguhnya penderita masih
dapat melihat dengan bantuan alat khusus. Selanjutnya untuk seseorang yang
mengalami kelainan penglihatan katergori berat, atau The blind, yaitu
penyandang tunanetra yang memiliki tingkat ketajaman penglihatan 6/60m atau
kurang. Untuk yang kategori berat ini, masih ada dua kemungkinan (1) penderita
adakalanya masih dapat melihat gerakan-gerakan tangan, ataupun (2) hanya dapat
membedakan gelap dan terang. Sedangkan tunanetra yang memilki ketajaman
penglihatan dengan visus 0, sudah sama sekali tidak dapat melihat.
2.
Berdasarkan
adaptasi Pedagogis,
Kirk, SA (1989) mengklasifikasikan penyandang tunanetra
berdasarkan kemampuan penyesuaiannya dalam pemberian layanan pendidikan khusus
yang diperlukan. Klasifikasi dimaksud adalah:
a.
Kemampuan melihat sedang (moderate
visual disability), dimana pada taraf ini mereka masih dapat melaksanakan
tugas-tugas visual yang dilakukan orang awas dengan menggunakan alat bantu
khusus serta dengan bantuan cahaya yang cukup.
b.
Ketidakmampuan melihat taraf berat (severe
visual disability). Pada taraf ini, mereka memiliki penglihatan yang kurang
baik, atau kurang akurat meskipun dengan menggunakan alat Bantu visual dan
modifikasi, sehingga mereka membutuhkan banyak dan tenaga dalam
mengerjakantugas-tugas visual.
c.
Ketidakmampuan melihat taraf sangat
berat (profound visual disability) Pada taraf ini mereka mengalami
kesulitan dalam melakukan tugas-tugas visual, dan tidak dapat melakukan
tugas-tugas visual yang lebih detail seperti membaca dan menulis. Untuk itu
mereka sudah tidak dapat memanfaatkan penglihatannya dalam pendidikan, dan
mengandalkan indra perabaan dan pendengaran dalam menempuh pendidikan.
B.
Tunarungu adalah istilah yang
menunjuk pada kondisi ketidakfungsian organ pendengaran atau telinga seseorang
anak. Kondisi ini menyebabkan mereka mengalami hambatan atau keterbatasan dalam
merespon bunyi-bunyi yang ada di sekitarnya. Tunarungu terdiri atas beberapa
tingkatan kemampuan
mendengar, yang umum dan khusus. Ada
beberapa klasifikasi anak tunarungu secara umum, yaitu:
1.
Klasifikasisi umum
a)
The deaf, atau tuli, yaitu penyandang
tunarungu berat dan sangat berat dengan tingkat ketulian di atas 90 dB.
b)
Hard of Hearing, atau kurang dengar, yaitu
penyandang tunarungu ringan atau sedang, dengan derajat ketulian 20 – 90 dB.
2.
Klasifikasi Khusus
a)
Tunarungu ringan, yaitu penyandang
tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 25– 45 dB Yaitu sesorang yang
mengalami ketunarunguan taaf ringan, dimana ia mengalami kesulitan untuk
merespon suara-suara yang datangnya agak jauh. Pada kondisi yang demikian,
seseorang anak secara pedagogis sudah memerlukan perhatian khusus dalam
belajarnya di sekolah, misalnya dengan menempatkan tempat duduk di bagian
depan, yang dekat dengan guru.
b)
Tunarungu sedang, yaitu penyandang
tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 46 – 70 dB Yaitu seseorang yang
mengalami ketunarunguan taraf sedang, dimana ia hanya dapat mengerti percakapan
pada jara 3-5 feet secara berhadapan, tetapi tidak dapt mengikuti
diskusi-diskusi di kelas. Untuk anak yang mengalami ketunarunguan taraf ini
memerlukan adanya alat bantu dengar (hearing aid), dan memerlukan
pembinaan komunikasi, persepsi bunyi dan irama.
c)
Tunarungu berat, yaitu penyandang
tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 71 – 90 dB. Sesorang yang mengalami
ketunarunguan taraf berat, hanya dapat merespon bunyi-bunyi dalam jarak yang
sangat dekat dan diperkeras. Siswa dengan kategori ini juga memerlukan alat
bantu dengar dalam mengikuti pendidikannya di sekolah. Siswa juga sangat
memerlukan adanya pembinaan atau latihan-latihan komunikasi dan pengembangan
bicaranya.
d)
Tunarungu sangat berat (profound),
yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 90 dB ke atas Pada
taraf ini, mungkin seseorang sudah tidak dapat merespon suara sama sekali,
tetapi mungkin masih bisa merespon melalui getaran-getaran suara yang ada.
Untuk kegiatan pendidikan dan aktivitas lainnya, penyandang tunarungu kategori
ini lebih mengandalkan kemampuan visual atau penglihatannya.
C.
Anak tunadaksa adalah anak-anak yang
mengalami kelainan fisik, atau cacat tubuh, yang mencakup kelainan anggota
tubuh maupun yang mengalami kelainan gerak dan kelumpuhan, yang sering disebut
sebagai cerebral palsy (CP), dengan klasifikasi sebagai berikut:
Menurut
tingkat kelainannya, anak-anak tunadaksa dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
Cerebral
palsy (CP) :
1. Ringan, dapat berjalan tanpa alat bantu, mampu berbicara dan
dapat menolong dirinya sendiri.
2. Sedang, memerlukan bantuan untuk berjalan, latihan
berbicara, dan mengurus diri sendiri.
3. Berat, memerlukan perawatan tetap dalam ambulansi,
berbicara, dan menolong diri sendiri.
Berdasarkan letaknya
1. Spastic, kekakuan pada sebagian atau seluruh ototnya.
2. Dyskenisia, gerakannya tak
terkontrol (athetosis), serta terjadinya kekakuan pada seluruh tubuh yang sulit
digerakkan (rigid).
3. Ataxia, gangguan keseimbangan,
koordinasi mata dan tangan tidak berfungsi, dan cara berjalannya gontai.
4. Campuran, yang mengalami kelainan ganda
Polio
1. Tipe spinal, kelumpuhan pada otot-otot leher, sekat dada,
tangan dan kaki
2. Tipe bulbair, kelumpuhan fungsi
motorik pada satu atau lebih saraf tepi yang menyebabkan adanya gangguan
pernapasan.
3. Tipe bulbispinalis, gangguan antara
tipe spinal dan bulbair.
4. Encephalitis, yang umumnya ditandai
dengan adanya demam, kesadaran menurun, tremor, dan kadang-kadang kejang.
2. 2 Anak Berkelainan
Mental Emosional
A.
Klasifikasi anak tunagrahita,untuk
memahami klasifikasi anak tunagrahita maka perlu disesuaikan dengan klasifikasinya
karena setiap kelompok tunagrahita memiliki klasifikasi yang berbeda-beda.
Sesuai dengan bidang bahasan pada materi ini akan dibahas klasifikasi akademik
tunagrahita sebagai berikut:
Ada
beberapa klasifikasi atau pengelompokkan tunagrahita berdasarkan berbagai
tinjauan diantaranya:
1.
Berdasarkan kapasitas intelektual
(sekor IQ)
v Tunagrahita ringan IQ 50 – 70
v Tunagrahita sedang IQ 35 – 50
v Tunagrahita berat IQ 20 – 35
v Tunagrahita sangat berat memiliki IQ di bawah 20
2.
Berdasarkan kemampuan akademik
v Tunagrahita mampudidik
v Tunagrahita mampulatih
v Tunagrahita perlurawat
3.
Berdasarkan tipe klini pada fisik
v Down’s Syndrone (Mongolism)
v Macro Cephalic (Hidro Cephalic)
v Micro Cephalic
Pengklasifikasian
anak tunagrahita perlu dilakukan untuk memudahkan guru dalam menyusun program
layanan/pendidikan dan melaksanakannya secara tepat. Perlu diperhatikan bahwa
perbedaan individu (individual deferences) pada anak tunagrahita bervariasi
sangat besar, demikian juga dalam pengklasifikasi terdapat cara yang sangat
bervariasi tergantung dasar pandang dalam pengelompokannya. Klasifikasi itu
sebagai berikut :
1.
Klasifikasi yang berpandangan medis,
dalam bidang ini memandang variasi anak tunagrahita dari keadaan tipe klinis.
Tipe klinis pada tanda anatomik dan fisiologik yang mengalami patologik atau
penyimpangan. Kelompok tipe klinis di antaranya:
a)
Down Syndrom
(dahulu disebut Mongoloid)
Pada tipe ini terlihat raut rupanya
menyerupai orang Mongol dengan ciri: mata sipit dan miring, lidah tebal dan
terbelah-belah serta biasanya menjulur keluar, telinga kecil, tangan kering,
semakin dewasa kulitnya semakin kasar, pipi bulat, bibir tebal dan besar,
tangan bulat dan lemah, kecil, tulang tengkorak dari muka hingga belakang
tampak pendek.
b)
Kretin
Pada
tipe kretin nampak seperti orang cebol dengan ciri: badan pendek, kaki tangan
pendek, kulit kering, tebal, dan keriput, rambut kering, kuku pendek dan tebal.
c)
Hydrocephalus
Gejala
yang nampak adalah semakin membesarnya Cranium (tengkorak kepala) yang
disebabkan oleh semakin bertambahnya atau bertimbunnya cairan Cerebro-spinal
pada kepala. Cairan ini memberi tekanan pada otak besar (cerebrum) yang
menyebabkan kemunduran fungsi otak.
d)
Microcephalus,
Macrocephalus, Brachicephalus dan Schaphocephalus
Keempat
istilah tersebut menunjukkan kelainan bentuk dan ukuran kepala, yang
masing-masing dijelaskan sebagai berikut:
v Microcephalus : bentuk ukuran kepala
yang kecil
v Macrocephalus
: bentuk ukuran kepala lebih besar dari ukuran normal
v Brachicephalus
: bentuk kepala yang melebar
v Schaphocephalus:
memiliki ukuran kepala yang panjang sehingga menyerupai menara.
e)
Cerebral
Palsy (kelompok kelumpuhan pada otak)
Kelumpuhan
pada otak mengganggu fungsi kecerdasan, di samping kemungkinan mengganggu pusat
koordinasi gerak, sehingga kelainan cerebral palsy terdiri tunagrahita dan
gangguan koordinasi gerak. Gangguan koordinasi gerak menjadi kajian bidang
penanganan tunadaksa, sedangkan gangguan kecerdasan menjadi kajian bidang
penanganan tunagrahita.
f)
Rusak otak
(Brain Damage)
Kerusakan
otak berpengaruh terhadap berbagai kemampuan yang dikendalikan oleh pusat
susunan saraf yang selanjutnya dapat terjadi gangguan kecerdasan, gangguan
pengamatan, gangguan tingkah laku, gangguan perhatian, gangguan motorik.
2.
Klasifikasi yang berpandangan
pendidikan, memandang variasi anak tunagrahita dalam kemampuannya mengikuti
pendidikan. Kalangan American Education (Moh. Amin, 1995:21) mengelompokkan
menjadi Educable mentally retarded, Trainable mentally retarded dan Totally /
costudial dependent yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia : mampu didik,
mampu latih, dan perlu rawat. Pengelompokan tersebut sebagai berikut:
a)
Mampu didik, anak ini setingkat
mild, Borderline, Marginally dependent, moron, dan debil. IQ mereka berkisar
50/55-70/75.
b)
Mampu latih, setingkat dengan
Morderate, semi dependent, imbesil, dan memiliki tingkat kecerdasan IQ berkisar
20/25-50/55.
c)
Perlu rawat, mereka termasuk Totally
dependent or profoundly mentally retarded, severe, idiot, dan tingkat
kecerdasannya 0/5-20/25
3.
Klasifikasi yang berpandangan
sosiologis memandang variasi tunagrahita dalam kemampuannya mandiri di
masyarakat, atau peran yang dapat dilakukan masyarakat. Menurut AAMD (Amin,
1995:22-24) klasifikasi itu sebagai berikut :
a)
Tunagrahita ringan; tingkat
kecerdasan (IQ) mereka berkisar 50-70, dalam penyesuaian sosial maupun bergaul,
mampu menyesuaikan diri pada lingkungan sosial yang lebih luas dan mampu
melakukan pekerjaan setingkat semi terampil.
b)
Tunagrahita sedang; tingkat
kecerdasan (IQ) mereka berkisar antara 30-50; mampu melakukan keterampilan
mengurus diri sendiri (self-helf); mampu mengadakan adaptasi sosial di
lingkungan terdekat; dan mampu mengerjakan pekerjaan rutin yang perlu
pengawasan atau bekerja di tempat kerja terlindung (sheltered work-shop).
c)
Tunagrahita berat dan sangat berat,
mereka sepanjang kehidupannya selalu tergantung bantuan dan perawatan orang
lain. Ada yang masih mampu dilatih mengurus sendiri dan berkomunikasi secara
sederhana dalam batas tertentu, mereka memiliki tingkat kecerdasan (IQ) kurang
dari 30.
4.
Klasifikasi yang dikemukakan oleh
Leo Kanner (Amin, 1995:22-24), dan ditinjau dari sudut tingkat pandangan
masyarakat sebagai berikut:
a)
Tunagrahita absolut, termasuk
kelompok tunagrahita yang jelas nampak ketunagrahitannya baik berada di
pedesaan maupun perkotaan, di masyarakat petani maupun masyarakat industri, di
lingkungan sekolah, lingkungan keluarga dan di tempat pekerjaan. Golongan ini
penyandang tunagrahita
kategori sedang.
b)
Tunagrahita relatif, termasuk
kelompok tunagrahita yang dalam masyarakat tertentu dianggap tunagrahita,
tetapi di tempat masyarakat lain tidak dipandang tunagrahita. Anak tunagrahita
dianggap demikian ialah anak tunagrahita ringan karena masyarakat perkotaan
yang maju dianggap tunagrahita dan di masyarakat pedesaan yang masih
terbelakang dipandang bukan tunagrahita.
c)
Tunagrahita semu (pseudo mentally
retarded) yaitu anak tunagrahita yang menunjukan penampilan sebagai penyandang
tunagrahita tetapi sesungguhnya ia mempunyai kapasitas kemampuan yang normal.
Misalnya seorang anak dikirim ke sekolah khusus karena menurut hasil tes
kecerdasannya rendah, tetapi setelah mendapat pengajaran remedial dan bimbingan
khusus menjadikan kemampuan belajar dan adaptasi sosialnya normal.
5.
Klasisikasi menurut kecerdasan (IQ),
dikemukakan oleh Grosman (Hallahan & Kauffman, 1988:48) sebagai berikut:
TERM
|
IQ
RANGE FOR LEVEL
|
Mild Mental Retardation
Mederate Mental Retardation
Severe Mental Retardation
Profound Mental Retardation
|
55-70 to Aprox, 70
35-40 to 50-55
20-25
to 35-40
bellow 20 or 25
|
Klasifikasi
tunagrahita dari berbagai pandangan tersebut jika dipadukan akan membentuk
tabel sebagai berikut:
Klasifikasi
tunagrahita dari berbagai pandangan tersebut jika dipadukan akan membentuk
tabel sebagai berikut: Kemampuan dalam pendidikan
|
Sosiologis
|
Tingkat
kecacatan
|
Tingkat
kecerdasan (IQ)
|
Mampu didik
|
Ringan,mild,
marginally, dependent, moron.
|
Debil
|
55-70
to Aprox 70
|
Mampu
latih
|
Sedang,
moderate, semi dependent.
|
Imbesil
|
35-40
to 50-55
|
Perlu
rawat
|
Berat,
severe, totally dependent, profound.
|
Idiot
|
20-25
to 35-40 bellow 20 or 25
|
B.
Klasifikasi anak Tunalaras, adalah
anak-anak yang mengalami gangguan perilaku, yang ditunjukkan dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari, baik di sekolah maupun dalam lingkungan sosialnya. Pada
hakekatnya, anak-anak tunalaras memiliki kemampuan intelektual yang normal,
atau tidak berada di bawah rata-rata. Kelainan lebih banyak banyak terjadi pada
perilaku sosialnya. Beberapa klasifikasi yang menonjol dari anak-anak
berkebutuhan khusus yang mengalami kelainan perilaku sosial ini adalah:
1.
Berdasarkan perilakunya
v Beresiko tinggi; hiperaktif suka berkelahi, memukul,
menyerang, merusak milik sendiri atau orang lain, melawan, sulit konsentrasi,
tidak mau bekerjasama, sok aksi, ingin menguasai oranglain, mengancam,
berbohong, tidak bisa diam, tidak dapat dipercaya, suka mencuri, mengejek, dan
sebagainya.
v Beresiko rendah; autism, kawatir, cemas, ketakutan, merasa
tertekan, tidak mau bergaul, menarik diri, kurang percaya diri, bimbang, sering
menangis, malu, dan sebagainya.
v Kurang dewasa; suka berfantasi, berangan-anagan, mudah
dipengaruhi, kaku, pasif, suka mengantuk, mudah bosan, dan sebagainya
v Agresif; memiliki gang jahat, suka mencuri dengan
kelompoknya, loyal terhadap teman jahatnya, sering bolos sekolah, sering pulang
larut malam, dan terbiasa minggat dari rumah.
2.
Berdasarkan Kepribadian
v Kekacauan
perilaku
v Menarik diri (withdrawll)
v Ketidakmatangan
(immaturity)
v Agresi sosial
2.3 Anak
Berkelainan Akademik
Anak
berbakat dalam konteks ini adalah anak-anak yang mengalami kelainan intelektual
di atas rata-rata. Berkenaan dengan kemampuan intelektual ini Cony Semiawan
(1997:24) mengemukakan, bahwa diperkirakan satu persen dari populasi total
penduduk Indonesia yang rentangan IQ sekitar 137 ke atas, merupakan manusia
berbakat tinggi (highly gifted), sedangkan mereka yang rentangannya
berkisar 120-137 yaitu yang mencakup rentangan 10 persen di bawah yang satu
persen itu disebut moderately gifted. Mereka semua memiliki talen
akademik (academic talented) atau keberbakatan intelektual.
Beberapa
klasifikasi yang menonjol dari anak-anak berbakat umumnya hanya dilihat dari
tingkat inteligensinya, berdasarkan standar Stanford Binet, yaitu meliputi :
1.
kategori rata-rata tinggi , dengan
tingkat kapasitas intentelektual (IQ): 110-119
2.
kategori superior, dengan tingkat
kapasitas intelektual (IQ) :120-139, dan
3.
kategori sangat superior, dengan
tingkat intelektual (IQ) :140-169
Ketiga
klasifikasi tersebut, sebenarnya yang masuk kategori anak berbakat dalam kontek
pendidikan anak berkebutuhan khusus di sini.
A.
Klasifikasi
Anak Berkesulitan Belajar,
Berkesulitan belajar merupakan salah satu jenis anak
berkebutuhan khusus yang ditandai dengan adanya kesulitan untuk mencapai
standar kompetensi (prestasi) yang telah ditentukan dengan mengikuti
pembelajaran konvensional. Learning disability merupakan suatu istilah
yang mewadahi berbagai jenis kesulitan yang dialami anak terutama yang
berkaitan dengan masalah akademis.
Adapun klasifikasi anak berkesulitan belajar spesifik yang
merupakan jenis kelainan unik tidak ada kesamaan antara penderita satu dengan
lainnya. Untuk mengklasifikasikan anak berkesulitan belajar spesifik dapat dilakukan berdasar pada
tingkat usia dan juga jenis kesulitannya, yaitu:
1.
Kesulitan Berlajar Perkembangan
Pengelompokkan kesulitan belajar
pada anak usia di bawah 5 tahun (balita) adalah kesulitan belajar perkembangan,
hal ini dikarenakan anak balita belum belajar secara akademis, tetapi belajar
dalam proses kematangan prasyarat akademis, seperti kematangan persepsi
visual-auditory, wicara, daya deferensiasi, kemampuan sensory-motor dsb.
2.
Kesulitan Belajar Akademik
Anak-anak usia sekolah yaitu usia di
atas 6 tahun masuk dalam kelompok kesulitan belajar akademik, disebabkan karena
kesulitan belajar akademik anak-anak ini mengalami kesulitan bidang akademik di
sekolah yang sangat spesifik yaitu kesulitan dalam satu jenis/bidang akademik
seperti berhitung/matematika (diskalkulia), kesulitan membaca (disleksia),
kesulitan menulis (disgraphia), kesulitan berbahasa (disphasia),
kesulitan/tidak terampil (dispraksia), dsb.
Untuk lebih jelasnya hubungan antara
kesulian belajar perkembangan dengan kesulitan akademik dapat dijelaskan
sebagai berikut:
Ada
klasifikasi lain yang berdasarkan dari jenis gangguan atau kesulitan yang
dialami anak yaitu:
v Dispraksia, merupakan gangguan pada keterampilan motorik,
anak terlihat kurang terampil dalam melakukan aktivitas motorik. Seperti sering
menjatuhkan benda yang dipegang, sering memecahkan gelas kalau minum.
v Disgraphia, kesulitan dalam menulis ada yang memang karena
gangguan pada motoris sehingga tulisanya sulit untuk dibaca orang lain, ada
yang sangat lambat aktibitas motoriknya, dan juga adanya hambatan pada ideo
motorik sehingga sering salah atau tidak sesuai apa yang dikatakan dengan yang
ditulis.
v Diskalkulia, adalah kesulitan dalam menghitung dan
matematika hal ini sering dikarenakan adanya gangguan pada memori dan logika.
v Disleksia, merupakan kesulitan membaca baik membaca
permulaan maupun pemahaman.
v Disphasia, kesulitan berbahasa dimana anak sering melakukan
kesalahan dalam berkomunikasi baik menggunakan tulis maupun lisan.
v Body awarness, anak tidak memiliki akan kesadaran tubuh
sering salah prediksi pada aktivitas gerak mobilitas seperti sering menabrak
bila berjalan.
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Karakteristik anak berkebutuhan khusus pada umumnya
berkaitan dengan tingkat perkembangan fungsional. Karakteristik spesifik
tersebut meliputi tingkat perkembangan sensorimotor, kognitif, kemampuan
berbahasa, ketrampilan diri, konsep diri, kemampuan berinteraksi sosial, serta
kreativitasnya. Untuk mengetahui secara jelas tentang karakteristik dari setiap
siswa, guru terlebih dahulu melakukan skrining atau asesmen agar mengetahui
secara jelas mengenai kompetensi diri peserta didik bersangkutan.Tujuannya agar
saat memprogramkan pembelajaran, sudah dipikirkan mengenai : intervensi
pembelajaran yang dianggap cocok. Asesmen di sini adalah kegiatan untuk
mengetahui kemampuan dan kelemahan setiap didik dalam segi perkembangan
kognitif dan perkembangan sosial, pengamatan yang sensitif.
Adanya perbedaan karakteristik setiap peserta didik
berkebutuhan khusus, akan memerlukan kemampuan khusus guru. Guru dituntu
memiliki kemampuan berkaitan dengan cara mengombinasikan kemampuan dan bakat
setiap anak dalam beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut meliputi kemarnpuan
berpikir, melihat, mendengar, berbicara, dan cara bersosialisasi. Hal-hal
tersebut diarahkan pada keberhasilan dari tujuan akhir pembelajaran, yaitu
perubahan perilaku ke arah pendewasaan. Kemampuan guru semacam itu merupakan
kemahiran seorang guru dalam menyelaraskan keberadaanya dengan kurikulum yang
ada, kemudian diramu menjadi sebuah program pembelajaran individual.
3.2 Saran
Saran ini ditujukan kepada para pembaca khususunya
pemerintah dan pihak-pihak yang terlibat di dunia pendidikan agar memberikan
perhatian dan pelayanan secara khusus mengingat karakteristik dari anak
berkemampuan khusus itu bermacam-macam dan memerlukan pelayanan yang optimal
seperti layaknya anak normal. Pelayanan yang diberikan dapat berupa
pengetahuan, bimbingan dan fasilitas-fasilitas sesuai dengan karakteristik
masing-masing anak berkemampuan khusus.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar